Kamis, 06 Desember 2012

naskah Perjanjian Damai antara GAM dan RI.


Terjemahan resmi  ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang 
digunakan dalam bahasa Indonesia. Teks Asli tertulis dalam bahasa Inggris yang ditandatangani 
di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.

Nota Kesepahaman 
antara 
Pemerintah Republik Indonesia 
dan 
Gerakan Aceh Merdeka 
Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menegaskan 
komitmen mereka untuk penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh, 
berkelanjutan dan bermartabat bagi semua. 
Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat 
Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam 
negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia. 
Para pihak sangat yakin bahwa hanya dengan penyelesaian damai atas konflik 
tersebut yang akan memungkinkan pembangunan kembali Aceh pasca Tsunami 
tanggal 26 Desember 2005 dapat mencapai kemajuan dan keberhasilan. 
Para pihak yang terlibat dalam konflik bertekad untuk membangun rasa saling 
percaya. 
Nota Kesepahaman ini memerinci isi persetujuan yang dicapai dan prinsipprinsip yang akan memandu proses transformasi. 
Untuk maksud ini Pemerintah RI dan GAM menyepakati hal-hal berikut: 

1. Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh  

1.1. Undang-undang tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh 

1.1.1. Undang-undang baru  tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh 
akan diundangkan dan akan mulai berlaku sesegera mungkin dan 
selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2006. 
1.1.2. Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan  Pemerintahan di Aceh 
akan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 
      1Terjemahan resmi  ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang 
digunakan dalam bahasa Indonesia. Teks Asli tertulis dalam bahasa Inggris yang ditandatangani 
di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.
a) Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik, 
yang akan diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil 
dan peradilan, kecuali dalam  bidang hubungan luar negeri, 
pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, 
kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama, dimana 
kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Republik 
Indonesia sesuai dengan Konstitusi. 
b) Persetujuan-persetujuan internasional yang diberlakukan oleh 
Pemerintah Indonesia yang terkait dengan hal ikhwal kepentingan 
khusus Aceh akan berlaku dengan  konsultasi dan persetujuan 
legislatif Aceh. 
c) Keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik 
Indonesia yang terkait dengan Aceh akan dilakukan dengan 
konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh. 
d) Kebijakan-kebijakan administratif yang diambil oleh Pemerintah 
Indonesia berkaitan dengan Aceh akan dilaksanakan dengan 
konsultasi dan persetujuan Kepala Pemerintah Aceh. 
1.1.3. Nama Aceh dan gelar pejabat senior yang dipilih akan ditentukan oleh 
legislatif Aceh setelah pemilihan umum yang akan datang. 
1.1.4. Perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956. 
1.1.5. Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk 
bendera, lambang dan himne. 
1.1.6.  Kanun Aceh akan disusun kembali untuk Aceh dengan menghormati 
tradisi sejarah dan adat istiadat  rakyat Aceh serta mencerminkan 
kebutuhan hukum terkini Aceh. 
1.1.7. Lembaga Wali Nanggroe akan dibentuk dengan segala perangkat upacara 
dan gelarnya. 
1.2. Partisipasi Politik 
1.2.1 Sesegera mungkin, tetapi tidak lebih dari satu tahun sejak 
penandatanganan Nota Kesepahaman ini, Pemerintah RI menyepakati 
dan akan memfasilitasi pembentukan partai-partai politik yang berbasis di 
Aceh yang memenuhi persyaratan nasional. Memahami aspirasi rakyat 
Aceh untuk partai-partai politik lokal, Pemerintah RI, dalam tempo satu 
tahun, atau paling lambat 18  bulan sejak penandatanganan Nota 
      2Terjemahan resmi  ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang 
digunakan dalam bahasa Indonesia. Teks Asli tertulis dalam bahasa Inggris yang ditandatangani 
di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.
Kesepahaman ini, akan menciptakan kondisi politik dan hukum untuk 
pendirian partai politik lokal di Aceh dengan berkonsultasi dengan Dewan 
Perwakilan Rakyat. Pelaksanaan Nota Kesepahaman ini yang tepat waktu 
akan memberi sumbangan positif bagi maksud tersebut. 
1.2.2 Dengan penandatanganan Nota Kesepahaman  ini, rakyat Aceh akan 
memiliki hak menentukan calon-calon  untuk posisi semua pejabat yang 
dipilih untuk mengikuti pemilihan di Aceh pada bulan April 2006 dan 
selanjutnya. 
1.2.3 Pemilihan lokal yang bebas dan  adil akan diselenggarakan di bawah 
undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh 
untuk memilih Kepala Pemerintah Aceh dan pejabat terpilih lainnya pada 
bulan April 2006 serta untuk memilih anggota legislatif Aceh pada tahun 
2009. 
1.2.4 Sampai tahun 2009 legislatif (DPRD) Aceh  tidak berkewenangan untuk 
mengesahkan peraturan perundang-undangan apapun tanpa persetujuan 
Kepala Pemerintah Aceh. 
1.2.5 Semua penduduk Aceh akan diberikan  kartu identitas baru yang biasa 
sebelum pemilihan pada bulan April 2006. 
1.2.6 Partisipasi penuh semua orang Aceh dalam pemilihan lokal dan nasional, 
akan dijamin sesuai dengan Konstitusi Republik Indonesia. 
1.2.7 Pemantau dari luar  akan diundang untuk memantau pemilihan di Aceh. 
Pemilihan lokal bisa diselenggarakan dengan bantuan teknis dari luar. 
1.2.8 Akan adanya transparansi penuh dalam dana kampanye. 
1.3. Ekonomi 
1.3.1. Aceh berhak memperoleh dana melalui hutang luar negeri. Aceh berhak 
untuk menetapkan tingkat suku bunga  berbeda dengan yang ditetapkan 
oleh Bank Sentral Republik Indonesia (Bank Indonesia). 
1.3.2. Aceh berhak menetapkan dan memungut pajak daerah untuk membiayai 
kegiatan-kegiatan internal yang  resmi. Aceh berhak melakukan 
perdagangan dan bisnis secara internal dan internasional serta menarik 
investasi dan wisatawan asing secara langsung ke Aceh. 
1.3.3. Aceh akan memiliki kewenangan atas sumber daya alam yang hidup di 
laut teritorial di sekitar Aceh. 
      3Terjemahan resmi  ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang 
digunakan dalam bahasa Indonesia. Teks Asli tertulis dalam bahasa Inggris yang ditandatangani 
di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.
1.3.4. Aceh berhak menguasai 70% hasil dari semua cadangan hidrokarbon dan 
sumber daya alam lainnya yang ada  saat ini dan di masa mendatang di 
wilayah Aceh maupun laut teritorial sekitar Aceh. 
1.3.5. Aceh melaksanakan pembangunan  dan pengelolaan semua pelabuhan 
laut dan pelabuhan udara dalam wilayah Aceh. 
1.3.6. Aceh akan menikmati  perdagangan bebas dengan semua bagian 
Republik Indonesia tanpa hambatan  pajak, tarif ataupun hambatan 
lainnya. 
1.3.7. Aceh akan menikmati akses  langsung dan tanpa hambatan ke negaranegara asing, melalui laut dan udara. 
1.3.8. Pemerintah RI bertekad untuk menciptakan transparansi dalam 
pengumpulan dan pengalokasian pendapatan antara Pemerintah Pusat 
dan Aceh dengan menyetujui auditor luar melakukan verifikasi atas 
kegiatan tersebut dan menyampaikan hasil-hasilnya kepada Kepala 
Pemerintah Aceh. 
1.3.9. GAM akan mencalonkan wakil-wakilnya untuk berpartisipasi secara penuh 
pada semua tingkatan dalam komisi  yang dibentuk untuk melaksanakan 
rekonstruksi pasca-Tsunami (BRR). 
1.4. Peraturan Perundang-undangan 
1.4.1. Pemisahan kekuasaan antara  badan-badan legislatif, eksekutif dan 
yudikatif akan diakui. 
1.4.2. Legislatif Aceh akan merumuskan  kembali ketentuan hukum bagi Aceh 
berdasarkan prinsip-prinsip universal hak asasi manusia sebagaimana 
tercantum dalam Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa 
mengenai Hak-hak Sipil  dan Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi, 
Sosial dan Budaya. 
1.4.3. Suatu sistem peradilan yang tidak memihak dan independen, termasuk 
pengadilan tinggi, dibentuk di Aceh di dalam sistem  peradilan Republik 
Indonesia. 
1.4.4. Pengangkatan Kepala Kepolisian Aceh dan Kepala Kejaksaan Tinggi 
harus mendapatkan persetujuan Kepala Pemerintah Aceh. Penerimaan 
(rekruitmen) dan pelatihan anggota kepolisian organik dan penuntut umum 
      4Terjemahan resmi  ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang 
digunakan dalam bahasa Indonesia. Teks Asli tertulis dalam bahasa Inggris yang ditandatangani 
di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.
akan dilakukan dengan berkonsultasi dan atas persetujuan Kepala 
Pemerintahan Aceh, sesuai dengan standar nasional yang berlaku. 
1.4.5. Semua kejahatan sipil yang dilakukan oleh aparat militer di Aceh akan 
diadili pada pengadilan sipil di Aceh. 
2. Hak Asasi Manusia 
2.1. Pemerintah RI akan mematuhi  Kovenan Internasional Perserikatan 
Bangsa-bangsa mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan mengenai Hakhak Ekonomi, Sosial dan Budaya. 
2.2. Sebuah Pengadilan Hak Asasi Manusia akan dibentuk untuk Aceh. 
2.3. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi akan dibentuk di Aceh oleh Komisi 
Kebenaran dan Rekonsiliasi Indonesia dengan tugas merumuskan dan 
menentukan upaya rekonsiliasi. 
3. Amnesti dan reintegrasi ke dalam masyarakat 
3.1. Amnesti 
3.1.1. Pemerintah RI, sesuai dengan prosedur konstitusional, akan memberikan 
amnesti kepada semua orang yang telah terlibat dalam kegiatan GAM 
sesegera mungkin dan tidak lewat dari 15 hari sejak penandatanganan 
Nota Kesepahaman ini. 
3.1.2. Narapidana dan  tahanan politik yang ditahan akibat konflik akan 
dibebaskan tanpa syarat secepat mungkin dan selambat-lambatnya 15 
hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini. 
3.1.3. Kepala Misi Monitoring  akan memutuskan kasus-kasus yang 
dipersengketakan sesuai dengan nasihat dari penasihat hukum Misi 
Monitoring. 
3.1.4. Penggunaan senjata oleh personil GAM setelah penandatanganan Nota 
Kesepahaman ini akan dianggap sebagai pelanggaran terhadap Nota 
Kesepahaman dan hal itu akan membatalkan yang bersangkutan 
memperoleh amnesti. 
      5Terjemahan resmi  ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang 
digunakan dalam bahasa Indonesia. Teks Asli tertulis dalam bahasa Inggris yang ditandatangani 
di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.
3.2. Reintegrasi kedalam masyarakat 
3.2.1. Sebagai warga negara Republik Indonesia, semua orang yang telah 
diberikan amnesti atau dibebaskan dari Lembaga Permasyarakatan atau 
tempat penahanan lainnya akan memperoleh semua hak-hak politik, 
ekonomi dan sosial serta  hak untuk berpartisipasi secara bebas dalam 
proses politik baik di Aceh maupun pada tingkat nasional. 
3.2.2. Orang-orang yang selama konflik telah menanggalkan kewarganegaraan 
Republik Indonesia berhak untuk mendapatkan kembali kewarganegaraan 
mereka. 
3.2.3. Pemerintah RI dan Pemerintah Aceh akan melakukan upaya untuk 
membantu orang-orang yang terlibat dalam kegiatan GAM guna 
memperlancar reintegrasi mereka ke dalam masyarakat. Langkah-langkah 
tersebut mencakup pemberian kemudahan ekonomi bagi mantan pasukan 
GAM, tahanan politik yang telah memperoleh amnesti dan masyarakat 
yang terkena dampak. Suatu Dana Reintegrasi di  bawah kewenangan 
Pemerintah  Aceh akan dibentuk. 
3.2.4. Pemerintah RI akan mengalokasikan dana bagi  rehabilitasi harta benda 
publik dan perorangan yang  hancur atau rusak akibat konflik untuk 
dikelola oleh Pemerintah Aceh. 
3.2.5. Pemerintah RI  akan mengalokasikan tanah  pertanian dan dana yang 
memadai kepada Pemerintah Aceh dengan tujuan untuk memperlancar 
reintegrasi mantan pasukan GAM ke dalam masyarakat dan kompensasi 
bagi tahanan politik dan kalangan sipil yang terkena dampak. Pemerintah 
Aceh akan memanfaatkan tanah dan dana sebagai berikut: 
a) Semua mantan pasukan GAM  akan menerima alokasi tanah 
pertanian yang pantas, pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak 
dari Pemerintah Aceh apabila mereka tidak mampu bekerja. 
b) Semua tahanan politik yang memperoleh amnesti akan menerima 
alokasi tanah pertanian yang pantas, pekerjaan, atau jaminan 
sosial yang layak dari Pemerintah Aceh apabila tidak mampu 
bekerja. 
c) Semua rakyat sipil yang dapat menunjukkan kerugian yang jelas 
akibat konflik akan menerima alokasi tanah pertanian yang pantas, 
pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak dari Pemerintah Aceh 
apabila tidak mampu bekerja. 
      6Terjemahan resmi  ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang 
digunakan dalam bahasa Indonesia. Teks Asli tertulis dalam bahasa Inggris yang ditandatangani 
di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.
3.2.6. Pemerintah Aceh dan Pemerintah RI akan membentuk Komisi Bersama 
Penyelesaian Klaim untuk menangani klaim-klaim yang tidak 
terselesaikan. 
3.2.7. Pasukan GAM akan memiliki hak untuk memperoleh pekerjaan sebagai 
polisi dan tentara organik di Aceh tanpa diskriminasi dan sesuai dengan 
standar nasional. 
4. Pengaturan Keamanan 
4.1. Semua aksi kekerasan antara  pihak-pihak akan berakhir selambatlambatnya pada saat penandatanganan Nota Kesepahaman ini. 
4.2. GAM melakukan demobilisasi  atas semua 3000 pasukan militernya. 
Anggota GAM tidak akan memakai seragam maupun menunjukkan 
emblem atau simbol militer setelah penandatanganan Nota Kesepahaman 
ini. 
4.3. GAM melakukan  decommissioning semua senjata, amunisi dan alat 
peledak yang dimiliki oleh para anggota dalam kegiatan GAM dengan 
bantuan Misi Monitoring Aceh (AMM). GAM sepakat untuk menyerahkan 
840 buah senjata. 
4.4.  Penyerahan persenjataan GAM akan dimulai pada tanggal 15 September 
2005, yang akan dilaksanakan dalam empat tahap, dan diselesaikan pada 
tanggal 31 Desember 2005. 
4.5. Pemerintah RI akan menarik semua elemen tentara dan polisi non-organik 
dari Aceh. 
4.6. Relokasi tentara dan polisi non-organik akan dimulai pada tanggal 15 
September 2005, dan akan dilaksanakan dalam empat tahap sejalan 
dengan penyerahan senjata GAM, segera setelah setiap tahap diperiksa 
oleh AMM, dan selesai pada tanggal 31 Desember 2005. 
4.7. Jumlah tentara organik yang tetap berada di Aceh setelah relokasi adalah 
14.700 orang. Jumlah kekuatan polisi organik yang tetap berada di Aceh 
setelah relokasi adalah 9.100 orang. 
4.8. Tidak akan ada pergerakan besar-besaran  tentara setelah 
penandatanganan Nota Kesepahaman ini. Semua pergerakan lebih dari 
sejumlah satu peleton perlu diberitahukan sebelumnya kepada Kepala 
Misi Monitoring. 
      7Terjemahan resmi  ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang 
digunakan dalam bahasa Indonesia. Teks Asli tertulis dalam bahasa Inggris yang ditandatangani 
di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.
4.9. Pemerintah RI melakukan pengumpulan semua senjata illegal, amunisi 
dan alat peledak yang dimiliki oleh setiap kelompok dan pihak-pihak illegal 
manapun. 
4.10. Polisi organik akan bertanggung  jawab untuk menjaga hukum dan 
ketertiban di Aceh. 
4.11. Tentara akan bertanggung jawab menjaga pertahanan eksternal Aceh. 
Dalam keadaan waktu damai yang normal, hanya tentara organik yang 
akan berada di Aceh. 
4.12. Anggota polisi organik Aceh akan memperoleh pelatihan khusus di Aceh 
dan di luar negeri dengan penekanan pada penghormatan terhadap hak 
asasi manusia. 
5. Pembentukan Misi Monitoring Aceh 
5.1. Misi Monitoring Aceh (AMM)  akan dibentuk oleh Uni Eropa dan negaranegara ASEAN yang ikut serta  dengan mandat memantau pelaksanaan 
komitmen para pihak dalam Nota Kesepahaman ini. 
5.2. Tugas AMM adalah untuk: 
a) memantau  demobilisasi GAM dan  decomissioning 
persenjataannya. 
 b) memantau relokasi tentara dan polisi non-organik. 
 c) memantau reintegrasi anggota-anggota GAM yang aktif ke dalam 
masyarakat. 
d) memantau situasi hak asasi  manusia dan memberikan bantuan 
dalam bidang ini. 
   e) memantau proses perubahan peraturan perundang-undangan. 
 f) memutuskan kasus-kasus amnesti yang disengketakan. 
g) menyelidiki dan memutuskan pengaduan dan tuduhan pelanggaran 
terhadap Nota Kesepahaman ini. 
h) membentuk dan memelihara hubungan dan kerjasama yang baik 
dengan para pihak. 
5.3. Status Persetujuan Misi (SoMA)  antara Pemerintah RI dan Uni Eropa 
akan ditandatangani setelah Nota Kesepahaman ini ditandatangani. SoMA 
mendefinisikan status, hak-hak istimewa, dan kekebalan AMM dan 
anggota-anggotanya. Negara-negara ASEAN yang ikut serta yang telah 
diundang oleh Pemerintah RI akan menegaskan secara tertulis 
penerimaan dan kepatuhan mereka terhadap SoMA dimaksud. 
      8Terjemahan resmi  ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang 
digunakan dalam bahasa Indonesia. Teks Asli tertulis dalam bahasa Inggris yang ditandatangani 
di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.
5.4. Pemerintah RI akan memberikan semua dukungannya bagi pelaksanaan 
mandat AMM. Dalam kaitan ini, Pemerintah RI akan menulis surat kepada 
Uni Eropa dan negara-negara ASEAN yang  ikut serta dan menyatakan 
komitmen dan dukungannya kepada AMM. 
5.5. GAM akan memberikan semua dukungannya bagi pelaksanaan mandat 
AMM. Dalam kaitan ini, GAM akan menulis surat kepada Uni Eropa dan 
negara-negara ASEAN yang ikut serta menyatakan komitmen dan 
dukungannya kepada AMM. 
5.6.  Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi kerja yang aman, terjaga 
dan stabil bagi AMM dan menyatakan kerjasamanya secara penuh 
dengan AMM. 
5.7. Tim monitoring memiliki kebebasan bergerak yang tidak terbatas di Aceh. 
Hanya tugas-tugas yang tercantum dalam rumusan Nota Kesepahaman 
ini yang akan diterima oleh AMM. Para pihak tidak memiliki veto atas 
tindakan atau kontrol terhadap kegiatan operasional AMM. 
5.8. Pemerintah RI bertanggung jawab atas keamanan semua personil AMM di 
Indonesia. Personil AMM tidak membawa senjata. Bagaimanapun juga 
Kepala Misi Monitoring dapat memutuskan perkecualian bahwa patroli 
tidak akan didampingi oleh pasukan bersenjata Pemerintah RI. Dalam hal 
ini, Pemerintah RI akan diberitahukan dan Pemerintah RI tidak akan 
bertanggung jawab atas keamanan patroli tersebut. 
5.9. Pemerintah RI akan menyediakan tempat-tempat pengumpulan senjata 
dan mendukung tim-tim pengumpul senjata bergerak (mobile team) 
bekerjasama dengan GAM. 
5.10. Penghancuran segera akan dilaksanakan setelah pengumpulan senjata 
dan amunisi. Proses ini akan sepenuhnya didokumentasikan dan 
dipublikasikan sebagaimana mestinya. 
5.11. AMM melapor kepada Kepala Misi Monitoring yang akan memberikan 
laporan rutin kepada para pihak dan kepada pihak lainnya sebagaimana 
diperlukan, maupun kepada orang atau kantor yang ditunjuk di Uni Eropa 
dan negara-negara ASEAN yang ikut serta. 
5.12. Setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini setiap pihak akan 
menunjuk seorang wakil senior untuk menangani semua hal ihwal yang 
terkait dengan pelaksanaan Nota Kesepahaman ini dengan Kepala Misi 
Monitoring. 
      9Terjemahan resmi  ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang 
digunakan dalam bahasa Indonesia. Teks Asli tertulis dalam bahasa Inggris yang ditandatangani 
di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.
5.13. Para pihak bersepakat atas suatu pemberitahuan prosedur 
tanggungjawab kepada AMM, termasuk isu-isu militer dan rekonstruksi. 
5.14. Pemerintah RI  akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan 
berkaitan dengan pelayanan medis darurat dan perawatan di rumah sakit 
bagi personil AMM. 
5.15. Untuk mendukung transparansi, Pemerintah RI akan mengizinkan akses 
penuh bagi perwakilan media nasional dan internasional ke Aceh. 
6. Penyelesaian perselisihan 
6.1. Jika terjadi perselisihan  berkaitan dengan pelaksanaan Nota 
Kesepahaman ini, maka akan segera diselesaikan dengan cara berikut: 
a) Sebagai suatu aturan, perselisihan yang terjadi atas pelaksanaan 
Nota Kesepahaman ini akan diselesaikan oleh Kepala Misi 
Monitoring, melalui musyawarah dengan para pihak dan semua 
pihak memberikan informasi yang dibutuhkan secepatnya. Kepala 
Misi Monitoring akan mengambil  keputusan yang akan mengikat 
para pihak. 
b) Jika Kepala Misi Monitoring menyimpulkan bahwa perselisihan 
tidak dapat diselesaikan dengan  cara sebagaimana tersebut di 
atas, maka perselisihan akan dibahas bersama oleh Kepala Misi 
Monitoring dengan wakil senior dari setiap pihak. Selanjutnya, 
Kepala Misi Monitoring akan  mengambil keputusan yang akan 
mengikat para pihak. 
c) Dalam kasus-kasus di mana perselisihan tidak dapat diselesaikan 
melalui salah satu cara sebagaimana disebutkan di  atas, Kepala 
Misi Monitoring akan melaporkan secara langsung kepada Menteri 
Koordinator Politik Hukum  dan Keamanan Republik Indonesia, 
pimpinan politik GAM dan Ketua Dewan Direktur  Crisis 
Management Initiative, serta memberitahu  Komite Politik dan 
Keamanan Uni Eropa. Setelah berkonsultasi dengan para pihak, 
Ketua Dewan Direktur  Crisis Management Initiative akan 
mengambil keputusan yang mengikat para pihak. 
*** 
      10Terjemahan resmi  ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang 
digunakan dalam bahasa Indonesia. Teks Asli tertulis dalam bahasa Inggris yang ditandatangani 
di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.
Pemerintah RI dan GAM tidak akan mengambil tindakan yang tidak konsisten 
dengan rumusan atau semangat Nota Kesepahaman ini. 
*** 
Ditandatangani dalam rangkap  tiga di Helsinki, Finlandia, pada hari Senin, 
tanggal 15 Agustus 2005. 
A.n. Pemerintah Republik Indonesia,  A.n. Gerakan Aceh Merdeka, 
 Hamid Awaluddin     Malik Mahmud 
     Menteri Hukum dan HAM        Pimpinan 
Disaksikan oleh, 
Martti Ahtisaari 
Mantan Presiden Finlandia 
Ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiative
Fasilitator proses negosiasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.